Assalamualaykum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Ikhwah Fillah yang di rahmati Alloh, jumpa lagi bareng ane di dunia kita...dunia ukhuwah...zona mulim sejati yang hanya merindukan keridhoan Alloh.
Bismillah
Assalamualaykum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Ikhwah fillah yang dirahmati Alloh, sebenarnya ini adalah posting lama yang nongkrong di blog ane, hanya ingin sekedar me-review saja untuk menyegarkan kembali ingatan kita.
Ketika dalam sebuah Dauroh…
Seorang ikhwan tiba-tiba nyeletuk di tengah obrolan ringan,
“Kang Fulan koq jadi jarang kelihatan ya setelah menikah? Padahal beliau termasuk aktivis kelas berat. Hampir setiap kegiatan pengajian tak lepas dari campur tangannya. Sayang banget ya. Ah, semoga beliau gak hilang dari peredaran".
”Degh! Mendengar kata-kata itu, jantungku seakan berhenti berdetak. Dadaku sesak. Ya Alloh, bagaimana jika hal itu terjadi padaku? Hilang dari peredaran? Na'udzubillah....Yang ini lain lagi. Seorang ikhwan yang baru walimah ketika ditanya ustadznya
"Kenapa nggak datang ke pengajian?, jawabannya “’Afwan Kang, kemaren pas mau berangkat mertua berkunjung ke rumah.” (Apa kalo gak nemenin mertua bisa dipecat jadi mantu yak?)
Parahnya lagi, kalo hal ini yang terjadi pada akhwat, “’Afwan Mba, suami sudah gak ngijinin saya liqo lagi.” (Astaghfirullah…segitunyakah? Liqo aja gak boleh, apalagi ikut organisasi ini-itu?)
Itu sebahagian yang dicemaskan oleh beberapa aktivis dakwah muslim dan muslimah.
Al Mar’ah fii buyuutikum. Tentu. Sudah menjadi tugas dan fithroh sesuai yang digariskan dalam Al Quran dan sunnah bahwa wanita harus selalu berusaha menjadi istri yang baik dengan menaati perintah suami –selama tidak bertentangan dengan syari’ah Alloh- dan tetap memberikan pelayanan yang paling ahsan kepada suami serta menjadi madrasah bagi anak-anak. Namun, sebagaimana lelaki, wanita juga berkewajiban untuk beramar ma’ruf nahi mungkar dan menjalankan perannya sebagi seorang da’iyah dan murobbiyah. Akhwat juga memiliki hak yang sama untuk menuai pahala dari segenap kerja dakwah dengan memperhatikan batasan-batasan yang disesuaikan syari’ah.
Tanpa mengesampingkan tugas dan perannya sebagai ratu dalam istana dan ustadzah dalam madrasah peradaban, ijinkan akhwat mengambil peran dalam perluasan dakwah dan ishlahul ummah. Beri mereka kesempatan untuk berkiprah dalam kerja masyarakat. Banyak lini kehidupan yang membutuhkan sentuhan akhwat dalam mengelolanya. Misalnya dalam bidang kedokteran, kebidanan, keperawatan, perancang busana, atau menjadi praktisi dalam dunia pendidikan yang menjadi kunci sukses maju mundurnya suatu bangsa .
Akhwat sholihah menjadikan Al Qur’an sebagai pegangan hidup dalam beraktivitas. Hanya orang-orang bodoh atau berpura-pura bodoh yang beranggapan Islamlah yang membelengggu wanita. Islam ingin memuliakan wanita menjadi wanita aktif yang berinteraksi dengan realitas, berkontribusi bagi ummat, dan ikut berpartisipasi dalam pengembangan Islam menuju kesyumuliyahannya.
Melihat keadaan dunia yang sudak tak karuan dan mengalami kebobrokan, apakah akhwat harus berdiam diri di rumah? Duduk santai di depan kaca dan berdandan sambil menunggu pangeran pulang? Menutup mata dan telinga mereka atas realitas yang terjadi di luar sangkar emasnya? Di mana akhwat ketika ada sebagian kaumnya meminta pertolongan atas kekerasan rumah tangga dan pelecehan yang menimpanya? Ke mana akhwat ketika orang-orang di luar sana sibuk menyuarakan “Aborsi Harus Dilegalkan!”? Ke mana akhwat ketika ada sebagian dari kaumnya yang menuntut pasangan-pasangan lesbi juga diakui sebagai bentuk keluarga normal dan sah karena dianggap hak asasi. Ke mana akhwat ketika kaum feminis menuntut kesetaraan gender dan giat menyebarkan fikrohnya yang bernuansa sekuler, liberal, sosialis, bahkan radikal?
Selain itu, waktu yang dimiliki kaum wanita juga lebih banyak daripada lelaki sehubungan adanya tanggung jawab suami untuk menafkahi keluarga. Karenanya, kesempatan akhwat lebih terbuka lebar untuk mendekati dan mendakwah Fardhiyah kaumnya.
Alangkah indahnya suami istri jika bisa bersinergi saling bahu membahu menelusuri perjalanan panjang dakwah ini. Itulah perlunya memiliki pasangan hidup yang seirama untuk membentuk keluarga yang bukan saja sakinah mawaddah warohmah, tapi juga keluarga dakwah. Jika keduanya sudah berkomitmen untuk berkontribusi dalam dakwah dan jihad, maka dengan sendirinya akan saling berlapang dada sekalipun untuk itu terkadang ada hak masing-masing yang terkurangi. InsyaAlloh bisa dikomunikasikan dengan cara yang paling ahsan.
Keberhasilan seorang akhwat dalam membina rumah tangga juga menjadi pondasi awal kesuksesan dakwah yang lebih besar. Sukses membina masyarakat tentu diawali dengan sukses membina pribadi dan keluarga. Tidak bisa dikatakan sukses jika para da’iyah punya jam terbang tinggi membina masyarakat namun ternyata diri dan keluarganya tak terurus, mulailah menciptakan partner-partner dakwah di keluarga, bisa orang tua, saudara, suami maupun anak-anak.
Tapi, gak sedikit koq para ikhwan yang meridhoi dan mengikhlaskan istrinya beraktivitas dalam kancah dakwah. Dengan santun dan lembut ia berkata pada istri tercinta, “Abi gak akan pernah lupa bahwa Ummi adalah seorang da’iyah dan mujahidah sejati. Yang tidak akan berkurang aktivitas dakwahnya, bahkan oleh sebuah pernikahan sekalipun. Dan perjuangan Ummi akan terus dan selalu Abi dukung. Dunia ini bukan tempat sebenarnya. Syurgalah rumah kita. Dan di sanalah kita akan selalu bersama. insyaAlloh….”
Subhaanalloh, Indahnya....
(jadi kangen pingin segera nikah nih)
Bismillah,
Assalamualaykum Warohmatullohi Wabarokatuh.
ada tiga kebahagiaan pada hari ini,
pertama, Sahabat dunia maya ane si Ukhti Tangguh sembuh dari sakitnya, setelah beberapa pekan beliau dirawat di RS Balikpapan.(pesan buat Ukhti Tangguh, bila jalan dakwah itu indah. Ingat! Ada hak juga untuk tubuh ini, bagaimana kita menyeru ummat diri sendiri aja dicuekin. he..he...)
Kedua, Sungguh indah silaturahim diantara kami, kami ikhwan dan akhwat berlomba menggapai CintaNya dan RidhoNya, (Na...h gitu dong fastabiqul khoirot. Ikhwan juga kan butuh syurga. Gak kaya kemaren2 kayaknya majlis2 ilmu di dominasi akhwat deh).
Ketiga, Nikmat Alloh tak terhingga, sungguh ane malu sendiri, tiap hari hanya dosa dan maksiat yang ane lakukan, ibadah hanya asal2 saja. Tapi, karuniaNya sungguh tak putus2Nya. Terima KAsih Yaa Robb, golongkanlah hamba ini kedalam makhlukMu yang selalu bersyukur.
Terima Kasih Yaa Robb ana berada dalam Islam, sungguh nikmat yang tak ternilai bisa menjadi ummatMu.
(tak terasa mata ane lembab, Yaa Alloh jadikan airmata ini jadi saksi kelak di akhirat)